rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Profil Kabupaten Kapuas Hulu


Kabupaten Daerah tingkat II kabujpaten Kapuas Hulu secara geografis terletak di antara 0.50 Lintang Utara sampai 1.40 Lintang Selatan, antara 111.40-114.400 Bujur Timur. Ibukota kabupaten ini ialah Putussibau yang terletak di hulir muara sungai Sibau yang bermuara di sungai Kapuas. Kabupaten Kapuas Hulu memiliki luas wilayah seluas 29.842 Km2 atau 20,33% dari luas luas Propinsi Kalimantan Barat (146.807 Km2). Jumlah jpenduduk berdasarkan sesus tahun 2002 sejumlah 190.815 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 6 jiwa per Km2.
Berdasarkan PP No. 39 Tahun 1996, Kabukpaten ini dimekarkan hingga 23 kecamatan. Adapun 23 kecamatan tersebut adalah Silat Hilir, Silat Hulu, Bunut Hulu, Bunut Hilir, Mentebah, Manday, Kalis, Putussibau, Kedamin, Embaloh Hilir, Embaloh Hulu, Boyan Tanjung, Embau, Batu Datu, Hulu Gurung, Selimbau, Seberuang, Semitau, Suhaid, Empanang, Puring Kencana, Badau, Batang Lupar.
Dari 23 kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu, wilayah penyebaran Orang Dayak tersebar di 21 kecamatan. Adapun kecamatan yang tidak terdapat penyebaran kampung orang Dayak yakni di Hulu Gurung dan Batu Datu’. Dalam dua kecaamatan ini umuymnya dihuni oleh kelompok Melayu yang biasa juga disebut Senganan. Orang Dayak di kabupaten yang juga disebut sebagai Kabupaten Uncak kapuas ini terdiri dari 20 subsuku dengan 20 bahasanya. Kedua pulun subsuku tersebut adalah Dayak Suaid, Kantu’, Seberuang, Kalis, Lau’, Suru’, Mentebah, Tamambalo, Ensilat, Mayan, Sekapat, Desa, Punan, Buket, Taman, Kayaan, Rembay, Sebaru’, Iban, dan Oruung Da’an.
Wilayah pemukiman dapat diasumsikan berasal dari tiga kelompok besar. Hal ini juga terlihat dari ciri-ciri fisik, sebagai contoh kelompok yang berasal dari daerah timur cenderung memperluhatkan fisik yang kekar dan tinggi, mata sipit, kulit sawo matang. Sedangkan kelompok lain yang dapat dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisik ini ialah kelompok Dayak Iban. Kelompok ini umumnya memiliki fisik yang kekar tetapi tidak terlalu tinggi seperti kelompok pertama. Rata-rata warna kulitnya juga sawo matang. Sedangkan kelompok ketiga iadalah memperlihatkan ciri-ciri fisik yang biasa, dalam hal ini memiliki fostur tubuh rata-rata mirip dengan kelompok kedua, tetapi berkulit sedikit gelap, sebagamana umumnya “Oarng Melayu”. Namun ciri-ciri fisik ini bukanlah hal yang mutlak untuk dijadikan dasar pengelompokkan apalagi pada saat sekarang ini sudah banyak terjadi perkawinan silang sehingga jika mengandalkan indikator fisik ini aga mengaburkan.
Migrasi kelompok pertama diperkirakan datang dari arah barat (kemungkinan berasal dari hilir sungai Kapuas dan anak-anak sungainya seperti Sungai Sekayam, Ketungau, dan Sekadau). Sub-subsuku yang dimaksud ialah subsuku Seberuang, Ensilat, Tamanik1, Iban, Kantu, Desa, Sekapat, Suaid, Mayan, Sebaru’, Rembay dan Ulu Ai’.
Sedangkan migrasi kelompok kedua diperkirakan berasal dari arah timur yaitu daerah Data Purah, Apo Kayaan yang menurunkan tiga subsuku Dayak yaitu Dayak Punan, Buket dan juga suku kayaan di Mendalaam.
Migrasi kelompok ketiga hakikatnya juga berasal dari arah timur, yaitu dari Sungai Kayaan. Kelompok ini tidak langsung ke Kalimantan Barat, melainkan menuju ke Sungai Mahakam kemudian menyebar lagi ke hulu Sungai Melawi. Dari hulu Sungai Melawi inilah kemudian menyebar lagi ke hulu Sungai Manday, Sungai Suru’, dan Sungai Mentebah hingga ke Kapuas. Kelompok sub suku Dayak yang dimaksud pada kelompok ketiga ini ialah subsuku Dayak Orung Da’a, Suru’ dan Mentebah.
Gambaran migrasi kelompok suku Dayak di Kapuas Hulu pada hakikatnya tidak bersamaan waktu kpenyebarannya. Misalnya Dayak Iban yang dikelompokkan pada kelompok pertama, tidak langsung masuk wilayah Kapuas Hulu tetapi kelompok ini memilih Sungai Batang Rejang di Malaysia. Setelah suku ini ditaklukkan oleh Rahah “White” Brooke, baru kemudian melakukan migrasi besar-besaran ke wilayah Kapuas Hulu. sedangkan kelompok Dayak Sekapat, Sebaru’, dan Desa diyakini paling terakhir menyebar di Kabupaten ini.
Menurut data dari Kantor Statistik Kabupaten Kapuas Hulu, setidaknya terdapat 22 subsuku Dayak. Suku terbesar kedua ialah “Melayu” yang biasanya juga dikenal dengan istilah “Senganan”. Istilah ini merujuk pada suku Melayu penduduk asli Kapuas Hulu dan juga Sintang namun tidak termasuk Melayu Sambas dan Pontianak yang cukup banyak berdomisili di Kabupaten Kapuas Hulu. suku lainnya adalah China yang umumnya mendominasi perdagangan di pusat ibukota kabupaten dan beberapa ibukota kecamatan. Suku Jawa selain terdapat di ibukota kecamatan juga lebih banyak di lokasi transmigrasi dan perkebunan. Suku yang lainnya lagi ialah padang, Batak, keturunan Arab, dan lain-lain.
Suku Dayak di Kabupaten Kapuas Hulu atau seringkali sebut Dayak Ulu Kapuas keberadaannya sama dengan beberapa subsuku Dayak di kabupaten lain di Kalimantan Barat, yaitu sebagai penduduk asli Pulau Kalimantan. Sebagai kelompok mayoritas sub-subsuku Dayak di kabupaten ini diperkirakan sudah mendiami wilayah hulu Sungai Kapuas ini sekitar tahun 300-an yang silam, sebelum peristiwa perang antara manusia dengan roh halus di Tanah Tampun Juah yang menyebabkan “Migrasi besar-besaran”.
Beberapa subsuku yang mengisahkan tentang asal-usul mereka dari Tampun Juah adalah Dayak Kantu’, Seberuang, dan juga Rembay. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai peristiwa sejarah dan perkembangannya, misalnya perluasan wilayah Kerajaan Sintang di Selimbau dan Semitau serta masa penjajahan Belanda.
Kelompok masyarakat Dayak sebelum berdirinya panembahan-panembahan Kerajaan Sintang di atas dan datangnya para penjajah, umumnya masih menganut agama leluhur mereka. Namun agama ini acapkali dianggap sebagai animisme, berhala, dan sebagainya. Kerajaan Sintang yang memperluas wilayah kekuasaannya dengan mendirikan panembahan-panembahan di wilayah hulu Kapuas juga menyebarkan agama Islam. Hal ini membuat kelompok suku Dayak dihadapkan pada pilihan untuk menganut salah satu agama yang menjanjikan “Peradaban baru”.
Secara kebetulan agama Islam pada saat itu cukup berpengaruh seiring berdirinya kerajaan-kerajaan kecil yang bernafaskan Islam. Belum lagi kelompok suku ini dihadapkan pada pilihan “Jika menganut agama Islam, kelompok suku Dayak terbebas dari perbudakan dan kewajiban membayar upeti kepada pihak kerajaan. Namun, tanpa disadari menganut agama Islam di Kalimantan Barat selalu diidentikkan dengan Melayu. Oleh karena itu, sadar atau tidak sadar terjadi penolakan jati dirinya. Dilihat dari aspek kultural kelompok Dayak yang beragama muslim ini pun sulit untuk dibedakan dengan kelompok Dayak yang non-muslim, lama-kelamaan sikap itu mengkristal sehingga meahirkan identitas baru yang disebut Senganan. Sedangkan yang dimaksudkan sebagai Dayak, dimaknai kelompok masyarakat pribumi Kalimantan non-muslim.
Mengenai keragaman subsuku Dayak di Kabupaten Kaupas Hulu dari hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan diseluruh wilayah Kabupaten Kapuas Hulu adalah sebagai berikut : Dayak Suaid, Kantu’, Seberuang, Kalis, Lau’, Suru’, Mentebah, Tamambalo, Ensilat, Mayan, Sekapat, Desa, Punan, Buket, Taman, Kayaan, Rembay, Sebaru’, Iban, Oruung da’an.
1 meminjam istilah pengelompokkan yang digunakan oleh ahli linguistik sejarawi seperti Bernard Nothofer, James Collins yang cenderung memperlihatkankesamaan-kesamaan budaya, bahasa. Kelompok Tamanik yang dimaksud mewakili subsuku Dayak Tamambalo, Kalis, Lau’ dan Dayak Taman Kapuas yang juga bermukim di sungai Sibau, dan Sungai Mendalaam. Dan suku ini juga diyakini sebagai kelompok paling tua di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu.

Tulisan ini dikutip dari buku : buku Mozaik Dayak Keberagaman subsuku Dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat, penerbit Institut Dayakologi. di salin oleh Kyan Hiroh.